Jumat, 03 Desember 2010

REYHAN_30210320_KELOMPOK 18



ASTABRATHA

1. Spiritualitas
Belakangan ini semakin menjamur kelompok-kelompok studi atau sejenisnya yang menyatakan kelompoknya sebagai kelompok spiritual. Bahkan kata ‘spiritual’ kini sudah semakin terdengar klise dengan terjadinya pergeseran makna dalam penggunaannya. Sebagai istilah, ia telah semakin dikacaukan dengan berbagai
bentuk kanuragan, “pengeleakan”, “pengiwe”, praktek pedukunan, praktek medium/ cenayang/ “pepeluasan”, atau fenomena okultistik lainnya, bahkan sampai-sampai mendekati ketakhyulan. Ironis memang. Kata spiritual, kini semakin kehilangan spirit-nya. Bukan hanya karena pergeseran-pergeseran pemaknaan seperti itu, akan tetapi berbagai keterbatasan lahiriah dan naluriah, kecenderungan-kecenderungan serta pengkondisi-pengkondisi lainnya, telah menyulitkan kita untuk memahami spirit, sang jiwa, sang roh, “sang dumadi”, “sanghyang urip” yang ada pada setiap makhluk berjiwa, yang justru merupakan isu utama dunia spiritual.
Walaupun pengetahuan tentang spiritualitas dapat dipelajari dari buku-buku atau didengarkan lewat ceramah-ceramah, namun kehidupan spiritual itu sendiri harus dijalani, harus dialami secara langsung sendiri; ia harus dilakoni. Ia bukanlah sesuatu yang bersifat teoritis, yang terdiri dari susunan dari berbagai konsep dan pemikiran-pemikiran ataupun produk intelek semata. Bila Anda masih memandangnya demikian hingga detik ini, sudahilah; hapuslah sangkaan itu dari benak Anda.
Selama seseorang masih membeda-bedakan (diskriminatif) semata-mata hanya berdasarkan ras, keturunan, warna kulit, suku, kebangsaan, jenis kelamin, agama, usia, pangkat, jabatan, profesi, kekayaan, status sosial dan kwalitas duniawi yang merupakan produk dari pandangan kasat, maka ia sebetulnya belum benar-benar siap untuk memasuki kehidupan spiritual manapun.
Walaupun ke-niskala-an adalah keniscayaan adanya, namun kecenderungan indriawi serta pola-pikir yang serba kasat-indria telah menghalangi kita untuk dapat melihat keniscayaannya. Al hasil, spiritualitas tetap kabur di mata kita. Ia tetap menyisakan pertanyaan yang mesti dijawab sendiri.

2. Integritas
Integritas (Integrity) adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. Dengan kata lain, “satunya kata dengan perbuatan”. Mengkomunikasikan maksud, ide dan perasaan secara terbuka, jujur dan langsung sekalipun dalam negosiasi yang sulit dengan pihak lain.
Indikator Perilaku:
1.      Memahami dan mengenali perilaku sesuai kode etik
  • Mengikuti kode etik profesi dan perusahaan.
  • Jujur dalam menggunakan dan mengelola sumber daya di dalam lingkup atau otoritasnya.
  • Meluangkan waktu untuk memastikan bahwa apa yang dilakukan itu tidak melanggar kode etik.
2.      Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai (values) dan keyakinannya
  • Melakukan tindakan yang konsisten dengan nilai dan keyakinan.
  • Berbicara tentang ketidaketisan meskipun hal itu akan menyakiti kolega atau teman dekat.
  • Jujur dalam berhubungan dengan pelanggan.
3.      Bertindak berdasarkan nilai (values) meskipun sulit untuk melakukan itu
  • Secara terbuka mengakui telah melakukan kesalahan.
  • Berterus terang walaupun dapat merusak hubungan baik.
4.      Bertindak berdasarkan nilai (values) walaupun ada resiko atau biaya yang cukup besar
  • Mengambil tindakan atas perilaku orang lain yang tidak etis, meskipun ada resiko yang signifikan untuk diri sendiri dan pekerjaan.
  • Bersedia untuk mundur atau menarik produk/jasa karena praktek bisnis yang tidak etis.
  • Menentang orang-orang yang mempunyai kekuasaan demi menegakkan nilai (values).

3. Intelektualitas
Definisi Intelektualitas menurut USOE (United States Office of Education), anak berbakat adalah anak-anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik, dan mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan di sekolah sehubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya (Hawadi, 2002). Renzulli, dkk (dalam Munandar, 1992) dari hasil-hasil penelitiannya menarik kesimpulan bahwa yang menentukan keberbakatan seseorang pada hakikatnya tiga kelompok ciri-ciri sebagai berikut : 1) Kemampuan di atas rata-rata 2) Kreativitas 3) Pengikatan diri atau tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)
4. Profesional Kerja
Dimana kita harus bisa menempatkan diri kita sebagai makhluk yang professional. Jgn pernah kerja setengah2, kita harus bsa menyelesaikan tugas-tugas dengan professional.  Jangan pernah lari dari tugas yang ada, karena tugas menjadikan kita semaikn rajin dan terlatih.

5. Solidaritas
sifat (perasaan) solider; sifat satu rasa (senasib dsb); perasaan setia kawan: -- antara sesama anggota sangat diperlukan.
Ini sangat diperlukan dalam menyelesaikan semua masalah. Kita harus memiiki sifat ini.



6. Enterpreneurship
Konsep entrepreneurship (kewirausahaan) memiliki arti yang luas. Salah satunya, entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi. Definisi lainnya adalah seseorang yang ingin bekerja untuk dirinya.
Kata entrepreneur berasal dari kata Prancis, entreprendre, yang berarti berusaha. Dalam konteks bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis. Kamus Merriam-Webster menggambarkan definisi entrepreneur sebagai seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung risiko sebuah bisnis atau usaha.
Definisi entrepreneurship dari Ekonom Austria Joseph Schumpeter menekankan pada inovasi, seperti:
- produk baru
- metode produksi baru
- pasar baru
- bentuk baru dari organisasi
Kemakmuran tercipta ketika inovasi-inovasi tersebut menghasilkan permintaan baru. Dari sudut pandang ini, dapat didefinisikan fungsi entrepreneur sebagai mengkombinasikan berbagai faktor input dengan cara inovatif untuk menghasilkan nilai bagi konsumen dengan harapan nilai tersebut melebihi biaya dari faktor-faktor input, sehingga menghasilkan pemasukan lebih tinggi dan berakibat terciptanya kemakmuran/kekayaan.
Beda Entrepreneurship dan Usaha Kecil
Banyak orang menggunakan istilah entrepreneur dan pemilik usaha kecil bersamaan. Meskipun mungkin memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan signifikan antara keduanya, dalam hal:
1. Jumlah kekayaan yang tercipta — usaha entrepreneurship menciptakan kekayaan secara substansial, bukan sekedar arus pendapatan yang menggantikan upah tradisional.
2. Kecepatan mendapatkan kekayaan — sementara bisnis kecil yang sukses dapat menciptakan keuntungan dalam jangka waktu yang panjang, entrepreneur menciptakan kekayaan dalam waktu lebih singkat, misalnya 5 tahun.
3. Risiko — risiko usaha entrepreneur tinggi; dengan insentif keuntungan pasti, banyak entrepreneur akan mengejar ide dan kesempatan yang akan mudah lepas.
4. Inovasi — entrepreneurship melibatkan inovasi substansial melebihi usaha kecil. Inovasi ini menciptakan keunggulan kompetitif yang menghasilkan kemakmuran. Inovasi bisa dari produk atau jasa itu sendiri, atau dalam proses bisnis yang digunakan untuk menciptakan produk atau jasa.


7. Ketekunan
Ketekunan adalah kemampuan kita untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan. Kita harus tetap mengambil langkah selanjutnya. Jangan hanya berhenti di langkah pertama. Memang semakin jauh kita berjalan, semakin banyak rintangan yang menghadang.
Bayangkan, seandainya saja kemarin kita berhenti, maka kita tidak berada di sini saat ini. Setiap langkah menaikkan nilai kita. Apa pun yang kita lakukan, jangan sampai kehilangan ketekunan. Karena ketekunan adalah daya tahan kita.

8. Dedikasi
Dedikasi adalah kunci menuju kesuksesan, dedikasi melibatkan kesabaran(patience), keuletan(persistence), dan kerja keras(hard-work). Sejarah mencatat, orang-orang yang berdedikasi pada suatu hal merupakan orang-orang yang berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah.
Bola lampu mungkin tidak akan ada hingga saat ini jika Thomas Alva Edison menyerah di tengah jalan ketika bereksperimen, Microsoft mungkin saat ini tidak akan kalang kabut menghadapi invasi Linux jika Linus Torvalds masih merasa nyaman menggunakan Unix dan tidak mempunyai inisiatif membuat OS sendiri, dan mungkin Anda tidak akan bisa membaca tulisan ini jika tidak berdedikasi untuk belajar membaca ketika kecil dulu.
Tidak ada yang tidak bisa diraih di dunia ini, namun sebanyak apa pencapaian kita akan suatu hal tergantung pada seberapa besar usaha kita untuk meraihnya. Untuk mendapatkan sesuatu kita harus berani mengorbankan sesuatu pula.
Bagi saya, sangat susah untuk berdedikasi pada suatu hal..ada saja rasa penasaran dan ingin tahu untuk mengetahui semuanya, untuk berkonsentrasi pada suatu hal dan menghadapi rasa bosan akan suatu hal sudah merupakan hal yang sampai saat ini tidak bisa saya lakukan.
Hidup ini memang penuh dengan pilihan, Anda tinggal memilih “luas tapi dangkal atau sempit tapi dalam”. Namun tetap saja ada anomali di dunia ini, dimana bisa saja ditemukan orang-orang dengan kemampuan yang banyak dan mendalami semua kemampuannya itu.





PROFIL POLITEKNIK TELKOM

Politeknik Telkom diresmikan oleh Direktur Utama PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk  Bapak Rinaldi Firmansyah pada tanggal 27 September 2007. Izin Pendirian Politeknik Telkom tercantum dalam SK Dirjen Dikti nomor 178/D/O/2007 tertanggal  21 September 2007.
STRUKTUR ORGANISASI POLITEKNIK TELKOM




STRUKTUR ORGANISASI JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar